BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Shampo
adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga
setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi
lembut, mudah diatur dan berkilau. Dan
merupakan produk perawatan rambut yang digunakan untuk menghilangkan minyak,
debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut..
Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo,
bentuk imperatif dari champna, "memijat". Di Indonesia dulu
shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air.
Shampoo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan,
pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk
membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga
rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata.
Shampoo banyak jenis dan typenya, formulanya dan
klasifikasi preparat seperti liquid, krim, pasta, shampoo anti dandruff,
shampoo untuk anak-anak dan sebagainya.
Sebuah formulasi shampoo yang baik mempunyai kemampuan
khusus yang dapat meminimalisasi iritasi mata, mengontrol ketombe (dandruff)
serta dapat memperbaiki struktur rambut secara keseluruhan.
Preparat shmapo harus meninggalkan kesan harum pada
rambbut, lembut dan mudah diatur, memiliki performance yang baik (warna dan
viskositas yang baik) harga yang murah dan terjangkau. Secara
spesifik suatu shampoo harus:
1.
Mudah larut dalam air,
walapun air sadah tanpa mengalami pengendapan
2.
Memiliki daya bersih
yang baik tanpa terlalu banyak menghilangkan minyak dari kulit kepala
3.
Menjadikan
rambut halus, lembut serta mudah disisir
4.
Cepat
bebusa dan mudah dibilas serta tidak menimbulkan iritasi jika kontak dengan
mata
5.
Memiliki
pH yang baik netral maupun sedikit basa
6.
Tidak
iritasi pada tangan dan kulit kepala
7.
Memiliki performa yang
baik
Antidandruff
shampoo merupakan shampooyang ditujukan untuk mengontrol sel kulit mati dikulit
kepala, formulasinya hamper sama seperti shampoo lain tetapi ditambahkan bahan
aktif seperti senium sulfide, zinc pirythion, sulfur.
I.2 Tujuan
Percobaan
1.
Mengetahui cara membuat
sediaan shampoo yang aman dan nyaman digunakan
2.
Mengetahui metode-metode
krim yang tepat
3.
Mampu mengevaluasi
sediaan shampo
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Shampo
Rambut memang mahkota bagi semua orang dan bisa dianggap sebagai
bingkai untuk wajah anda. Karena keindahan rambut sangat bisa menunjang
kecantikan dan keseluruhan penampilan anda.
Mencuci
rambut memang persoalan mudah tetapi mungkin anda mengalami kesulitan saat
memilih jenis shampo yang cocok untuk diri anda sendiri. Karena memang banyak
sekali produsen shampo menawarkan kepada anda..
Shampoo,
bila dicampur dengan air, dapat melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh
tubuh untuk melindungi rambut. Setelah mencuci rambut dengan shampoo, biasanya
digunakan produk conditioner agar rambut mudah ditata kembali.
Shampoo
untuk bayi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak perih di mata. Shampoo untuk
binatang juga dapat mengandung insektisida untuk membunuh kutu. Beberapa
shampoo manusia tidak dapat digunakan untuk binatang karena mengandung seng
(misalnya shampoo anti ketombe). Logam ini tidak beracun bagi manusia, namun
berbahaya bagi binatang.
Selain itu terdapat
juga shampoo dalam bentuk padat, yang lebih ringkas dan mudah dibawa namun
kurang praktis untuk rambut panjang.
Pada awalnya shampo dibuat dari berbagai jenis bahan yang
diperoleh dari sumber alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari
abu merang ( sekam padi ). Shampo yang
menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan, dan diganti dengan shampo
yang dibuat dari detergen.
Agar
shampo berfungsi sebagaimana disebutkan diatas, shampo harus memiliki sifat
sebagai berikut :
1.
Shampo
harus dapat membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat, lembut
dan mudah dihilangkan dengan membilas dengan air.
2.
Shampo
harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan, karena jika
tidak kulit kepala menjadi kering.
3.
Shampo
harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat mengganti
lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada didalam komposisi
shampo. Kotoran rambut yang dimaksud
tentunya sangat kompleks yaitu : sekret dari kulit, sel kulit yang rusak,
kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan sisa sediaan kosmetik.
4.
Tidak mengiritasi kulit kepala dan juga mata.
5.
Shampo
harus tetap stabil. Shampo yang dibuat
transparan tidak boleh menjadi keruh dalam penyimpanan. Viskosita dan pHnya juga harus tetap konstan,
shampo harus tidak terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasadrenik dan dapat
mempertahankan bau parfum yang ditambahkan kedalamnya.
Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
shampo memiliki sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya
searah dengan ciri sifat yang dikehendaki untuk shampo. Umumnya, detergen dapat melarutkan lemak dan daya pembersihnya kuat, sehingga
jika digunakan untuk keramas rambut, lemak rambut dapat hilang, rambut menjadi
kering, kusam dan mudah menjadi kusut, menyebabkan sukar diatur.
Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk shampo adalah
kemampuan membangkitkan busa. Jenis
detergen yang paling lazim diedarkan tergolong alkil sulfat, terutama
laurilsulfat, juga alkohol monohidrat dengan rantai C10 – 18. Sifat detergen ini tergantung pada panjang
rantai alkohol lemak yang digunakan.
Homolog rendah seperti C12 ( lauril ) dan C14 ( miristil ) memiliki
sifat yang lebih baik dibandingkan dengan homolog yang lebih tinggi seperti C16
( palmitil ) dan C18 ( stearil ) dalam hal memberikan busa dan basah dengan
sifat pembersih yang baik, meskipun suhu rendah. Detergen alkilsulfat yang dibuat dari alkohol
lemak, kelarutannya menurun dengan
meningkatnya homolog rantai karbonnya, sehingga shampo yang dibuat dari
detergen alkilsulfat dengan atom C16-18 tidak dapat disimpan pada suhu
rendah. Kelarutan detergen alkilsulfat
dalam air berkurang, sehingga tidak begitu berbusa, lagipula detergen ini
dipengaruhi oleh efek air sadah.
Detergen alkilsulfat dengan alkohol lemak dengan rantai karbon
kurang dari 10 seperti C8 ( kaprilil ) dan C10 ( kapril ) lebih condong
menunjukkan sifat iritasi.
Detergen
alkilsulfat dengan rantai karbon 12 – 14 adalah noniritan, memberikan cukup
busa pada suhu kamar, dan tidak mudah rusak dalam penyimpanan.
Trietanolamina ( TEA ) laurilsulfat dianggap paling luas dapat
diterima untuk digunakan dalam pembuatan shampo, disamping itu dalam
penyimpanan tetap stabil. Amonium
alkilsulfat, meskipun memiliki keaktifan pembersih yang sedang, tetapi jarang
digunakan untuk pembuatan shampo, karena suhu padatnya tinggi. Biasanya senyawa ini digunakan sebagai
campuran detergen seperti nampak pada amonium monoetanolamina atau amonium
trietanolamina alkilsulfat. Shampo dengan
formulasi tersebut memiliki pembersih dan pembusa yang baik, rambut yang
dikeramas dengan shampo ini masih mudah diatur.
Di samping itu detergen yang digunakan untuk pembuatan shampo,
harus memiliki sifat berikut :
1.
Harus bebas reaksi iritasi dan toksik, terutama pada
kulit dan mata atau mukosa tertentu.
2.
Tidak boleh memberikan bau tidak enak, atau bau yang
tidak mungkin ditutupi dengan baik.
3.
Warnanya
tidak boleh menyolok.
Zat tambahan shampo
Untuk
memperbaiki sifat detergen yang menunjukkan pengaruh jelek terhadap rambut,
perlu ditambahkan zat tambahan shampo dalam formulasi shampo.
1.
Alkolobromida
asam lemak
Digunakan untuk
meningkatkan stabilitas busa dan memperbaiki viskosita. Zat ini merupakan hasil kondensasi asam lemak
dengan monoetanolamina ( MEA ), dietanolamina ( DEA ), atau isopropanolamina
yang sesuai.
2.
Lemak
bulu domba, lanolin atau salah satu derivatnya, kolesterol, oleilalkohol, dan
asetogliserida
Digunakan untuk maksud
memperbaiki efek condisioner detergen dasar shampo yang digunakan, sehingga
rambut yang dikeramasshampokan akan mudah diatur dan memberikan penampilan
rambut yang serasi.
3.
Asam
amino
Terutama asam amino
essensial, digunakan sebagai zat tambahan shampo dengan harapan, setelah rambut
dikeramas-shampokan, zat ini akan tetap tertinggal pada kulit kepala dan
rambut, dan berfungsi sebagai pelembab, karena asam amino memiliki sifat
higroskopik yang akan memperbaiki kelembaban rambut.
4.
Zat
tambahan shampo lain
Terdiri dari berbagai
jenis zat, umunya diharapkan untuk menimbulkan efek terhadap pembentukan dan
stabilisasi busa ; meliputi zat golongan glikol, provinilpirolidon,
karboksimetilselulosa, dan silikon cair, terutama yang kadarnya lebih kurang
4%.
Jenis-jenis shampo
1.
Shampo
bubuk
Sebagai dasar shampo
digunakan sabun bubuk, sedangkan zat pengencer biasanya digunakan natrium
karbonat, natrium bikarbonat, natrium seskuikarbonat, dinatrium fosfat, atau
boraks.
2.
Shampo
emulsi
Shampo
ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung dari jenis zat tambahan yang
digunakan, shampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti shampo lanolin,
shampo telur, shampo protein, shampo brendi, shampo lemon, shampo susu atau
bahkan shampo strawberry.
3.
Shampo
krim atau pasta
Sebagai bahan dasar
digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang yang dapat
memberikan konsistensi kuat. Untuk
membuat shampo pasta dapat digunakan malam seperti setilalkohol sebagai
pengental. Dan sebagai pemantap busa
dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau isopropanolamida laurat.
4.
Shampo
larutan
Merupakan larutan
jernih. Faktor yang harus diperhatikan
dalam formulasi shampo ini meliputi viskosita, warna keharuman, pembentukan dan
stabilitas busa, dan pemgawetan.
Zat pengawet yang lazim
digunakan meliputi 0,2 % larutan formaldehid 40 %, garam fenilraksa; kedua zat
ini sangat racun, sehingga perlu memperhatikan batas kadar yang ditetapkan
pemerintah. Parfum yang digunakan berkisar
antara 0,3 – 1,0 %, tetapi umumnya berkadar 0,5 %.
II.2 Zat
Tambahan
1.
Sodium lauryl sulfate
v Sinonim
: Natrii lauryl sulphate
v Rumus molekul : C12 H25 NaO 4
v Berat
molekul : 288.38
v Pemerian
: serbuk putih, atau cream sampai
Kristal kuning
v Fungsi :
surfaktan anionic, emulsifying agent (0.5-2,5%), detergen pada shampoo (≈10%)
v pH : 7.0-9,5
v kelarutan :
sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan kloroforom
v OTT :
garam alkaloid, dan mengendap dengan garam potassium.
2.
Oleic acid
v Sinonim
: asam oleat
v Rumus
molekul : C18 H34O2
v Berat
molekul : 282,47
v Fungsi
: emulsifying
agent
v Kelarutan
: sangat larut dalam benzene,
kloroforom, ethanol 95%, eter, heksan,praktis tidak larut dalam air
v OTT
: aluminium, kalsium,
logam berat, larutan iodine,, asam perklorat, dan zat pengoksidasi
3.
Triethanolamin
v Sinonim
: TEA
v Rumus
molekul : C6H15NO3
v Berat
molekul : 149,19
v Fungsi
: emulsifying
agent
v pH : 10,5
v Kelarutan
: tidak larut dalam aceton, etanol,
methanol, dan air, benzene 1 in 24, larut dalam kloroform.
v OTT
: asam mineral, asam lemak, copper, tionyl klorida
4.
Methyl paraben
v Sinonim
: nipagin
v Rumus
molekul : C8H8O3
v Berat
molekul : 153,13
v Fungsi
: antimikroba(
topical 0,02-0,3%)
v Pemerian :
serbuk berwarna putih, tidak berwarna,
serbuk Kristal
v Kelarutan :
sangat larut dalam aseton,etanol 1 in 2, etanol 95% 1 in 3, eter 1 in 10 air 1
in 400
v OTT
: surfaktan nonionic
5.
Sulfur
v Sinonim
: belerang
v Pemerian
: tidak berbau,, tidak berasa,
serbul lembek, bebs butiran, kuning keabuan pucat atau kuning kehijeuan pucat.
v Kelarutan
; praktis tidak larut dalam air,
sangat mudah larut dalam karbondisulfida P, sukar larut dalam minyak zaitun,sangat
sukar larut dalam etanol 955
v Khasiat
: antiskabies
6.
Acidium salicycum
v Sinonim
: asam salisilat
v Pemerian
: hablur ringan tidak berwarna
atau serbuk putih, hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam
v Kelarutan
: larut dalam 550 bagian air, dan
dalam 4 bagian etanol 955, mudah larut dalam kloroform, dan dalam eter, larut
dalam larutan ammonium asetat,
v Fungsi
: keratolitikum
7.
Steararic acid
v Sinonim
: asam stearat
v Rumus
molekul : C 15H36O2
v Berat
molekul : 284,47
v Fungsi
: emulsifying
agent 91-20%)
v Pemerian
: keras, putih,, Kristal putih, atau putih kekuningan, serbuk.
v Kelarutan
: sangat larut dalam benzene,
karbon tetraklorida, kloroform, dan eter, larut dalam etanol, heksan dan
propilenglikol, praktis tidak larut dalam air
v OTT
: logam hidroksida dan zat
pengoksidasi
8.
White wax
v Sinonim
: lilin putih
v Fungsi : emulsifying agent
v Kelarutan
: larut dalam kloroform, eter,fixed
oil, minyak yang mudah menguap, dan karbon disulfide, praktis tidak larut dalam
air
v OTT
: zat pengoksidasi
9.
Cetyl alcohol
v Sinonim
: cetil alcohol
v Rumus
molekul : C 16H34O
v Berat
molekul : 242,44
v Fungsi
: coating agent, emulsifying agent
v OTT
: zat pengoksidasi kuat
BAB III
MATERI DAN METODE
III.1 Alat
1.
Erlenmeyer
2.
Cawan
porselen
3.
Beker glass
4.
Mortir
5.
Lumpang
6.
Penangas
7.
Spatula
III.2 Bahan
1.
Asam
salisilat 3%
2.
Natrium
lauryl sulfat 30%
3.
Asam oleat 20%
4.
Trietanolamin 10%
5.
Nipagin 0,2%
6.
Parfum qs
7.
Aquadest ad 50 gram
III.3 Prosedur Kerja
1.
Asam oleat,
Na lauryl sulfat dan aquadest dipanaskan diatas waterbath hingga 60º C
2.
Ditambahkan TEA perlahan – lahan sambil diaduk.
3.
Dimasukkan kedalam botol dan dibiarkan dingin.
4.
Ditambahkan
parfum pada suhu 350C
BAB IV
DATA DAN HASIL PENGAMATAN
I.1 Formula
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
Kelompok 3
|
Kelompok 4
|
Kelompok 5
|
Kelompok 6
|
Na Lauryl sulfat 40%
|
Asam salisilat 3%
|
Sulfur 2%
|
Sulfur 2%
|
Lilin putih 15%
|
Lilin putih 10%
|
Asam oleat 20%
|
Na lauryl sulfat 30%
|
Na lauryl sulfat 25%
|
Na lauryl sulfat 30%
|
Adeps lanae 5%
|
Adeps lanae 10%
|
TEA 10%
|
asam oleat 20%
|
Asam stearat 7%
|
Asam stearat 7%
|
Cetil alcohol 5%
|
Cetil alcohol 8%
|
Nipagin 0,2%
|
TEA 10%
|
NaOH 1%
|
NaOH 1%
|
Na lauryl sulfat 10%
|
Na lauryl sulfat 10%
|
Parfum
|
Nipagin 0,2%
|
Nipagin 0,3%
|
Nipagin 0,3%
|
Parfum
|
Parfum
|
Aquadest ad 50 gr
|
Parfum
|
Parfum
|
Parfum
|
Nipagin 0,2%
|
Nipagin 0,2%
|
|
Aquadest ad 50 gr
|
Aquadest ad 50gr
|
Aquadest ad 50gr
|
Aquadest ad 50gr
|
Aquadest ad 50gr
|
IV.2 Hasil Pengamatan
Formula/evaluasi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
viskositas
|
kental
|
kental
|
Kental
|
kental
|
encer
|
encer
|
pH
|
9
|
8
|
9
|
10
|
6,5
|
7
|
homogenitas
|
homogen
|
homogen
|
homogen
|
homogen
|
homogen
|
homogen
|
Karakteristik
produk
|
Wangi,
putih
|
Wangi,
putih
|
Wangi,
putih
|
Wangi,
putih
|
Wangi,
putih
|
Wangi,
putih
|
Pembentukan
busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
Terbentuk
banyak busa
|
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum
kali ini kami mebuat sediaan
sampo, sampo merupakan salah satu hair care, yang banyak digunakan oleh
masyarakat luas. Sampo adalah suatu sediaan yag terdiri dari surfactan,
pelembut, pembentuk busa, pengental dan bahan tambahan lainnya. Sampo mempunyai fungsi untuk membersihkan kotora yang ada
di kulit kepala.
Praktikum kali ini dicobakan 3 formula sampo dalam bentuk sediaan yang
berbeda yaitu cream sampo, liquid sampo dan conditioner. Formula yang pertama
terdiri dari asam salisilat sebagai zat aktif yang mempunyai khasiat sebagai
keratolitik dan biasa digunakan dalam sampo anti ketombe. Dalam formulasi ini
digunakan asam salisilat sebesar 3%, asam salisilat. Formula yang dikerjakan
oleh kelompok 1 dan 2 dibedakan dalam hal konsentrasi natrium lauril sulfat
yang digunakan, untuk kelompok 1 konsentrasi natrium lauril sulfat sebesar 20%, sedangkan kelompok 2 sebesar
30%. Natrium lauril sulfat merupakan surfactan anionic yang biasa digunakan
dalam body care maupun hair care, selain sebagai surfactan Na
lauril sulfat pun dapat digunakan sebagai pembentuk busa. Surfactan ini berfungsi
untuk mengangkat kotoran yang ada di kulit. Di beberapa negara eropa, Na lauril
sulfat ini sudah dimodifikasi menjadi bentuk Na laureth ester sulfat yang
tingkat iritasi kulitnya lebih rendah. Asam oleat yang digunakan dalam
formulasi merupakan fase minyak yang berfungsi sebagai zat pengemulsi, begitu
pula dengan TEA (trietanolamin) yang merupakan zat pengemulsi yang larut air
(fase air), kedua sediaan ini yang berperan dalam pembentukan cream sampo ini.
Pengawet yang digunakan dalam sediaan ini adalah nipagin atau metil paraben,
yang merupakan pengawet larut air. Pengawet ini biasa digunakan dalam sediaan
farmasi oral maupun topikal, namun untuk sediaan sampo yang menggunakan
surfactan base seperti pada sediaan ini nipagin kurang efectiv digunakan karena
dalam periode beberapa bulan saja sediaan akan berjamur. Sediaan ini pun merupakan cream W/O, sehingga nipagin ini
kurang efectiv.
Hasil dari formula ini menghasilkan sediaan cream sampo yang memiliki pH
sekitar 7-8 dengan kehomogenitasan yang baik, dan busa yang terbentuk cukup
banyak dan tahan lama, viskositas sediaan juga sangat baik. Perbedaan sediaan
antara hasil formula kelompok 1 dan 2 adalah masalah pH, untuk formula pertama
dengan konsentrasi Na lauril sulfat sebanyak 25% memilki pH sekitar 7 dan busa
yang dihasilkan lebih sedikit, sedangkan formula 2 dengan konsentrasi Na lauril
sulfat 30%, pH nya sekitar 8 dan busa yang dihasilkan lebih banyak, karena
dengan kadar Na lauril sulfat yang tinggi akan meningkatkan kebasaan dari
sediaan dan Na lauril sulfat juga sebagai pembentuk busa, maka dengan tingginya
kadar Na lauril sulfat busa yang terbentuk juga lebih banyak. Hanya saja
sediaan cream sampo ini jarang ditemui di pasaran dan kurang praktis digunakan.
Efek setelah penggunaan cream sampo ini adalah berminyak/lengket pada rambut
sehingga kurang menyenangkan untuk digunakan, selain itu sediaan ini kurang
praktis dalam penggunaannya.
Formula yang kedua adalah liquid sampo yang terdiri dari sulfur sebagai
antidandruff. Sulfur yang digunakan adalah sebesar 2% . Pada formula ini juga
digunakan Na lauril sulfat sebagai surfactan dan foam booster (pembentuk busa),
dan asam stearat sebagai zat pengemulsi. NaOH yang digunakan berfungsi sebagai viscosity
modifier, jadi NaOH ini akan memperbaiki struktur polimer sehingga
viskositas dari sampo menjadi lebih baik. Hasil dari formula ini kurang baik
dengan pH basa yaitu sekitar 10 dan sulfur tidak bercampur dengan baik dalam
sediaan tersebut, sehingga kehomogenitasan dari sediaan ini sangat kurang. Bau
dari sulfur sendiri kurang menyenangkan sehingga sediaan mempunyai bau yang
kurang baik meskipun telah ditambahkan parfum. Nipagin pun kurang cocok dalam
formula ini karena sediaan ini merupakan sampo basis surfactan.
Formula yang ketiga adalah formula conditioner, perbedaan antara
conditioner dan sampo adalah, conditioner mempunyai viscositas yang lebih
tinggi dan tidak menghasilkan busa yang banyak seperti sampo, dan pH cenderung
netral hingga sedikit asam. Untuk menambah viskositas dari sediaan sampo
sehingga menjadi conditioner biasanya ditambahkan wax, wax yang ditambahkan
pada formulasi ini adalah lilin putih dan adeps lanae. Surfactan yang digunakan
sama seperti formula lainnya yaitu Na lauril sulfat, pada formula ini digunakan
cetil alkohol sebagai zat pengemulsi dan cetyl alkohol ini larut dalam air.
Pada formula ini juga digunakan propilenglikol segai humectan dan peningkat
penetrasi sediaan. Nipagin pun kurang efectiv jika digunakan dalam sediaa ini
kecuali jika dikombinasikan dengan pengawet lainnya.
Perbedaan antara formula 3 kelompok 6 (a) dan 7 (b) adalah dalam hal
konsentrasi lilin putih, adeps lanae, cetyl alkohol dan propilenglikol.
Konsentasi lilin putih pada formulasi a lebih banyak 5%, dan konsentrasi adeps
lanae pada formula a lebih sedikit 5%, untuk cetyl alkohol pada formula a lebih
sedikit 2% dibandingkan formula b. Dengan formula ini seharusnya hasil sediaan
dari formula a mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari formula b, namun
ternyata formula a hasilnya lebih encer dari formula b, sedangkan formula b
mempunyai viskositas dan homogenitas yang baik, dan mempunyai kesan lembut.
Hal-hal yang menyebabkan terhadinya sediaan yang encer ini antara lain,
panas yang digunakan kurang maksimal sehingga sediaan menjadi encer dan faktor
pengadukan juga sangat mempengaruhi.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Sampo
merupakan salah satu sediaan hair care yang umum digunakan. Bentuk fisik sampo
ada beberapa macam antara lain, cream, liquid dan pasta.
2. Formulasi
sampo yang paling mendasar adalah penggunaan surfactan seperti Na lauril
sulfat, dan jika terdiri dari 2 fasa sangat diperlukan adanya zat pengemulsi.
3. Pembuatan
sampo harus sangat diperhatikan penggunaan suhu saat pencampuran dan lamanya
pengadukan agar dihasilkan sampo dengan konsistensi dan homogenitas yang baik.
4. Evaluasi
yang dapat dilakukan terhadap sediaan sampo antara lain: viskositas, pH,
homogenitas, bobot jenis, uji mikrobiologi, daya bersih, pembentukan busa dan
karakteristik produk.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1985. Formularium Kosmetik Indonesia.
Jakarta : Depkes RI
Anonym. 1979. Farmakope
Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI
Wade,
Ainkey, Paul, J.Walker.1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients Second
Edition. London: Pharmaceutical Press