LAPORAN HASIL
PENGAMATAN
STIMULASI SISTEM SARAF PUSAT DAN ANTIEPILEPTIKA
A.
TUJUAN
- Mengerti dan memahami manifestasi stimulasi sistem saraf pusat secara berlebihan pada mahluk hidup.
- Memperoleh gambaran bagaimana manifestasi stimulasi berlebih itu dapat diatasi.
- Sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan coba.
B. DASAR TEORI
Obat yang bekerja pada
susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin
merangsang atau menghambat aktivitas susunan saraf pusat secara spesifik atau
secara umum. Alkohol adalah penghambat susunan saraf pusat tetapi dapat
memperlihatkan efek perangsangan, sebaliknya perangsangan susunan saraf pusat
dosis besar selalu disertai depresi pasca perangsangan. Obat yang efek utamanya
terhadap susunan saraf pusat yaitu:
1. Stimulan susunan saraf pusat.
Perangsangan
sistem saraf pusat oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu
mengadakan blokade sistem penghambatan dan meninggikan perangsangan sinaps.
Dalam sistem saraf pusat dikenal sistem penghambatan pasca sinaps dan
penghambatan prasinaps. Striknin merupakan prototip obat yang mengadakan
blokade selektif terhadap sistem penghambatan pasca sinaps sedangkan
pikrotoksin mengadakan blokade terhadap sisitem penghambatan prasinaps dan
kedua obat ini penting dalam bidang penilitian untuk mempelajari berbagai macam
jenis reseptor dan antagonisnya. Analeptik lain tidak berpengaruh terhadap
sistem penghambatan dan mungkin bekerja dengan meninggikan perangsangan sinaps.
Perangsangan
nafas ada beberapa mekanisme faalan yang dapat merangsang nafas, yaitu
perangsangan langsung pada pusat nafas baik oleh obat atau karena adanya
perubahan pH darah, perangsangan dari impuls sensorik yang berasal dari
kemoreseptor di badan karotis, perangasangan dari impuls aferen terhadap pusat
nafas misalnya impuls yang datang dari tendo dan sendi, dan pengaturan dari
pusat yang lebih tinggi.
Perangsangan
vasomotor belum ada obat yang selektif dapat merangsang pusat vasomotor. Bagian
ini ikut terangsang bila ada rangsangan pada medula oblongata oleh obat
perangsang nafas dan analeptik.
Perangsangan
pusat muntah beberapa obat secara selektif dapat merangsang pusat muntah
melalui chemoreceptor trigger zone (CTZ) di medula oblongata, misalnya
apomorfin.
2. Antikonvulsi atau antiepileptika
Antikonvulsi
digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan
obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan
untuk gejala konfulsi penyakit lain. Epilepsi adalah nama umum sekelompok gangguan
atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat,
dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya
disertai kejang (konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau
psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan ekasesif.
Berdasarkan gambaran EEG, epilepsi dapat dinamakan distritmia serebral yang
bersifat paroksismal.
Pada dasarnya epilepsi
dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
I. Bangkitan umum
(epilepsi umum) yang terdiri dari :
1. Bangkitan
tonik klonik (epilepsi grand mal)
2.
a. Bangkitan iena (epilepsi petit mal atau absences)
b. Bangkitan lena
tidak khas (atypical absences)
3. Bangkitan
mioklonik (epilepsi mioklonik)
4.
Bangkitan klonik
5.
Bangkitan tonik
6.
Bangkitan atonik
7.
Bangkitan infantil (spasme infantil)
II.
Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)
1.
Bangkitan parsial sederhana
2.
Bangkitan parsial kompleks
3.
Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan
umum misalnya bangkitan tonik klonik, bangkitan tonik atau bangkitan klonik
saja.
Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis
merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang
menjadi epilepsi umum bila fokusnya terletak dilobus temporalis anterior.
III.
Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)
Mekanisme
terjadinya bangkitan epilepsi:
Pada
fokus epilepsi dikorteks serebri terjadi
letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat;
letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena
pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa
perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar
diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Fokus epilepsi dapat
tetap tenang selama masa yang cukup panjang, sehingga tidak timbul gejala
apapun; tetapi dalam masa tenang pun dengan EEG, akan terekam letupan listrik
yang bersifat intermiten. Sekalipun letupan depolarisasi yang menyebabkan
bangkitan dapat terjadi spontan, berbagai perubahan fisiologis dapat menjadi
pencetus letupan depolarisasi. Penjalaran letupan depolarisasi keluar daerah
fokus, biasanya dihambat oleh mekanisme inhibisi normal, tetapi perjalanan ini
dapat diperlancar dengan perubahan fisiologis.
Mekanisme kerja
antiepilepsi:
Terdapat 2
mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan
depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi, dengan
mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk
golongan terakhir ini.
Mekanisme
kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat
antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurufisiologik otak,
terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme
kerja berbagai antiepilepsi.
DIAZEPAM
Diazepam
adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepin, satu golongan dengan
alprazolam (Xanax), klonazepam, lorazepam, flurazepam, dll.
Diazepam
dan benzodiazepin lainnya bekerja dengan meningkatkan efek GABA (gamma
aminobutyric acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu senyawa yang
digunakan oleh sel saraf untuk saling berkomunikasi) yang menghambat aktifitas
di otak. Diyakini bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat menyebabkan
kecemasan dan gangguan jiwa lainnya.Diazepam tidak boleh dijual bebas, tetapi
harus melalui resep dokter.
Diazepam
terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus.
Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya
bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim.
Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan
ombak yang terjadi dalam 1 detik.
Untuk
mengatasi bangkitan status epileptikus, disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara
lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit
sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90 % pasien bangkitan
rekuren.
Efek
samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah, dan ataksia
(kehilangan keseimbangan). Walaupun jarang, diazepam dapat menyebabkan reaksi
paradoksikal, kejang otot, kurang tidur, dan mudah tersinggung. Bingung,
depresi, gangguan berbicara, dan penglihatan ganda juga merupakan efek yang
jarang dari diazepam. Efek samping obat ini berat dan berbahaya yang menyertai
penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat
relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas,
hipotensi , henti jantung, dan kantuk.
Diazepam
dapat menyebabkan ketergantungan, terutama jika digunakan dalam dosis tinggi
dan dalam jangka waktu lama. Pada orang yang mempunyai ketergantungan terhadap
diazepam, penghentian diazepam secara tiba-tiba dapat menimbulkan sakau (sulit
tidur, sakit kepala, mual, muntah, rasa melayang, berkeringat, cemas, atau
lelah). Bahkan pada kasus yang lebih berat, dapat timbul kejang.
Oleh
karena itu, setelah penggunaan yang lama, diazepam sebaiknya dihentikan secara
bertahap, dan sebaiknya di bawah pengawasan dokter.
AMINOPHYILIN
Aminophylin
adalah derivat dari teofilin biasa disebut denga teofilin etilenadiamina.
Aminophylin biasanya digunakan melalui injeksi, tersedia dalam ampul 10 ml
mengandung 250 mg dan ampul 20 ml mengandung 500 mg. Kejang lokal atau umum
karena obat ini biasanya dapat diatasi dengan diazepam.
Injeksi
aminophylin meningkatkan kardiakoutput sekitar 35 % dalam waktu 15 menit dan
peningkatan filtrasi glomerolus.
Farmakodinamik
obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus,
merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan diuresis.
Farmakokinetik
sediaan ini menimbulkan keluhan nyeri pada saluran cerna, mual dan muntah.
Gejala ini berhubungan dengan kadar aminophylin dalam plasma. Keluhan saluran
cerna yang disebabkan oleh iritasi setempat dapat dihindarkan dengan pemberian
obat bersama makanan, tetapi akan terjadi penurunan absorbsi.
Indikasi
aminophylin penyakit kardiovaskuler, asma, bronkopneumonia, bronkitis, udem,
antianginapektoris.
C.
ALAT dan BAHAN
Alat:
- Timbangan
- Sangku nasi
- Spet dan jarum suntik
- Stopwatch
Bahan:
- 2 ekor mencit
- Diazepam
- Aminophylin
D.
PROSEDUR KERJA
Perlakuan pada Mencit
Kontrol:
- Ditimbang mencit I dan dicatat beratnya.
- Dihitung VAO dari mencit tersebut.
- Mencit I (kontrol) disuntikkan secara IP dengan dosis obat aminophylin 200 mg/kgBB.
- Diamati tingkah laku mencit I.
Perlakuan pada Mencit
yang Terlebih Dahulu Diberi Antiepileptika:
1.
Ditimbang mencit II dan dicatat beratnya.
2.
Dihitung VAO dari mencit tersebut.
3.
Mencit II disuntikkan secara IP dengan dosis obat
diazepam 20 mg.
4.
Setelah 20 menit disuntikkan aminophylin 200 mg/kgBB secara
IP.
5.
Diamati tingkah lakunya dan diperhatikan kejang yang
ditimbulkan oleh aminophylin dan yang ditahan oleh diazepam.
E.
HASIL
PENGAMATAN
Data Pengamatan:
Berat sangku
nasi = 65,5 gram
Berat mencit I
+ sangku nasi = 95,5 gram
Berat mencit I = 30
gram = 0,03 kg
Berat mencit
II + sangku nasi = 91,5 gram
Berat mencit II = 26
gram = 0,026 kg
Konsentrasi
aminophylin = 24 mg/ml
Konsentrasi
diazepam = 5 mg/ml
Dosis
aminophylin = 200 mg/kg
Dosis diazepam
= 20 mg/kg
VAO mencit I (kontrol)
= 0,03 kg x 200 mg/kg = 0,25 ml
24 mg/ml
VAO mencit II
(Diazepam) = 0,026 kg x 20 mg/kg = 0,104 ml
5 mg/ml
(Aminophylin) = 0,026 kg x 200 mg/kg = 0,217 ml
24 mg/ml
Dosis Aminophylin 200 mg/kgBB pada mencit I (kontrol)
No.
|
Menit
|
Pengamatan
|
1
|
2
|
Pernapasan cepat
|
2
|
3
|
Terjadi kejang parsial
|
3
|
6
|
Mencit mulai mengangkat kaki
|
4
|
9
|
Aktivitas berkurang
|
Sebagai perbandingan: Dosis Aminophylin 300 mg/kgBB pada
mencit I (kontrol) untuk kelompok 4,5 dan 6 pada menit ke 9 mencit
mati.
Dosis Diazepam 20 mg pada mencit II, setelah 20 menit
diberikan aminophylin 200 mg/kgBB.
No.
|
Menit
|
Pengamatan
|
1
|
1
|
Kejang parsial kaki belakang.
|
2
|
3
|
Kejang semakin parah, lalu mencit mati.
|
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali
ini, kami melakukan percobaan tentang stimulasi sistem saraf pusat dan
antiepileptika dengan menggunakan obat diazepam dan aminophylin. Pada mencit I
(kontrol) setelah diberikan aminophylin 200 mg/kgBB yang disuntikkan secara
intraperitonial (IP) mencit tidak kehilangan kesadaran hanya menunjukkan
aktivitas abnormal dari bagian badan atau kelompok otot tertentu seperti
pernapasannya cepat, kaki kejang yang biasa disebut dengan kejang parsial.
Kejang parsial ini tidak menimbulkan kematian karena kejang yang terjadi hanya
tremor saja. Aminophylin bersifat menstimulasi sistem saraf pusat, sampai
batas-batas tertentu sifat ini dapat diterapakan untuk mengatasi depresi
sisitem saraf pusat yang berlebihan pada penyakit kardiovaskuler, asma,
bronkopneumonia, bronkitis, udem, antianginapektoris.
Pemberian
aminophylin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kejang baik kejang parsial
maupun kejang tonik klonik yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Pemberian diazepam
merupakan relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks polisinaptik
disumsum tulang belakang dan mengurangi aktivitas neuron sistem retikular
dimesenfalon, dan juga dapat digunakan untuk mengatasi kejang.
Pada mencit II
disuntikkan diazepam 20 mg secara intraperitoneal, karena diazepam pada injeksi
ini memiliki on set of action selama 20 menit. Setelah 20 menit diberikan
aminophylin 200 mg/kgBB secara IP, pada menit pertama mencit mengalami kejang
parsial pada kaki belakang dan 2 menit kemudian mencitnya mengalami kematian.
Hal ini terjadi karena kesalahan penyuntikan, kemungkinan pada saat penyuntikan
terlalu dalam atau pada posisi yang salah sehingga terkena organ dalam pada mencit
tersebut. Hal ini dapat kami simpulkan karena dapat dilihat pada kontrol, mencitnya
tidak mengalami kematian.
Akan tetapi pada
mencit kontrol yang lain yang diberikan aminophylin 300 mg/kgBB, setelah menit
ke 9 mencitnya mengalami kematian. Kematian dapat terjadi karena diawali kejang
parsial yang lama kelamaan terjadi kejang tonik klonik (grand mal) yang
meliputi keseluruhan otot rangka termasuk otot pernapasan yang berlangsung lama
sehingga kematian dapat terjadi akibat tidak bisa bernapas.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan, kami dapat menyimpulkan bahwa:
- Pada mencit I (kontrol) hanya terjadi kejang parsial sehingga tidak menimbulkan kematian pada mencit tersebut.
- Pada mencit II diawali dengan kejang parsial pada kaki belakang dan setelah 2 menit kemudian mengalami kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat
Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo.