LAPORAN
HASIL PERCOBAAN
BIOADHESIF
1. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini
adalah:
- Untuk menguji kemampuan mukoadhesif suatu granul yang mengandung polimer tertentu.
- Untuk mengetahui perbedaan bioadhesif dari suatu granul yang berpolimer dengan granul tanpa polimer.
II. Dasar Teori
Sistem Penghantaran
Mukoadhesif
Bioadhesif
adalah keadaan dimana dua bahan, salah satunya bersifat biologis yang saling
melekat untuk waktu yang lebih lama karena forsa interfasial. Bioadhesif juga
dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil sintesis atau produk
biologi) teradhesi pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lebih
lama. Di dalam sistem biologi, bioadhesif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
adhesi dari suatu sel normal terhadap sel patologi dan adhesi dari suatu bahan
adhesi terhadap suatu substrat biologis.
Untuk
tujuan penghantaran obat, terminologi bioadhesif bermakna terikatnya sistem
pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Permukaan biologi tersebut dapat
berupa jaringan epitel atau dapat berupa lapisan penutup mukus yang terdapat
pada permukaan jaringan. Jika keterikatan tersebut pada permukaan mukus,
fenomena ini dikenal dengan mukoadhesif. Mukoadhesif dapat pula berupa
interaksi antara suatu permukaan musin dengan suatu polimer sintetik atau
polimer alam. Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat bioadhesif dari
berbagai polimer larut air, yang akan menunjukkan sifat adhesif pada waktu
terjadi hidrasi, kemudian akan menghantarkan obat mencapai sasaran tertentu
untuk waktu yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional.
Sistem
penghantaran obat mukoadhesif ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular, serta
gastrointestinal. Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadesif adalah
memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan
mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik
anatara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi
obat terabsopsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang
tinggi melalui jaringan tersebut.
Penggunaan
formulasi mukoadhesif oral dapat dicapai dengan meningkatkan lamanya waktu
tinggal obat dalam saluran cerna. Akan tetapi, beberapa faktor fisiologi dapat
membatasi penggunaan sistem pemberian ini, diantaranya adalah:
- Absorpsi obat di saluran cerna dipengaruhi oleh motilitas lambung dan usus. Motilitas lambung yang kuat akan menjadi satu gaya yang dapat melepaskan adhesif.
- Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan lambung kosong maupun penuh dapat membatasi waktu tinggal sediaan mukoadhesif karena jika mukus lepas dari membran, polimer bioadhesif tidak dapat menempel lebih lama.
- Adanya penyakit yang dapat merubah sifat-sifat fisikokimia dari mukus.
Meskipun
demikian semua permasalahan dapat dihindari dengan menggunakan polimer yang
sesuai atau dengan menggabungkan bahan-bahan tertentu pada bentuk sediaan.
Mukus
mengandung musin yang berupa rantai oligosakarida dengan pKa 2,6. Bio (muko) adhesif
polimer adalah natural atau sintetik polimer yang menghasilkan interaksi dengan
membran biologi.
Biopolimer Pada Sediaan
Lepas Lambat
Produk
konvensional controlled-release untuk sediaan oral menargetkan pada tempat
spesifik pada saluran pencernaan. Waktu pelepasan obat dari pembawa dapat
mencapai 6-8 jam pada usus. Laju disolusi pada formulasi dapat dikontrol dan
waktu paruh untuk mencapai konsentrasi terapi dapat diperpanjang sehingga
sediaan dalam bentuk ini cukup diberikan sekali atau dua kali sehari. Formulasi
yang dilengkapi dengan biopolimer dapat mengontrol pelepasan obat dalam saluran
pencernaan. Produk obat dengan salut enterik juga dapat meminimalkan pelepasan
obat pada lambung dan usus halus. Mekanisme pelepasan obat dari pembawa yang
berupa sistem polimer meliputi:
- Difusi
- Erosi polimer
- Degradasi mikroba dan
- Degradasi enzim
Tujuan
utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu
efek terapeutik yang diperpanjang di samping memperkecil efek samping yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara
ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu
laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat
secara cepat diabsorpsi dan laju absorpsi akan mengikuti kinetika orde nol yang
sama dengan suatu infusi obat secara intravena.
Walaupun
rancangan suatu produk obet pelepasan terkendali yang berperilaku ideal adalah
rumit, bentuk sediaan ini menawarkan beberapa keuntungan yang penting atas
pelepasan bentuk sediaan yang segera dari obat yang sama, yaitu:
1. Memungkinkan untuk mempertahankan kadar
obat terapeutik dalam darah, yang akan memberikan respon klinik yang
diperpanjang dan konsisten pada penderita.
2. Untuk kemudahan penderita, dan mengarahkan
pada kepatuhan penderita yang lebih baik. Sebagai contoh, jika penderita hanya
perlu minum obat sekali sehari, maka ia tidak harus mengingat-ingat dosis
tambahan pada waktu-waktu tertentu selama hari itu.
3. Karena jarak pemberian dosis lebih
panjang, maka kebutuhan tidur penderita tidak terganggu.
4. Untuk penderita dalam perawatan, biaya
dari waktu perawatan yang diperlukan untuk menggunakan obat menurun jika kepada
penderita hanya diberikan satu dosis obat setiap hari.
Pada
penggunaan obat pelepasan terkendali juga ada sejumlah kerugian, yaitu:
1. Jika penderita mendapat suatu reaksi samping
obat atau secara tiba-tiba mengalami keracunan, maka menghilangkan obat dari
sistem menjadi lebih sulit daripada dengan suatu produk obat pelepasan cepat.
2. Karena produk obat pelepasan terkendali
dapat mengandung tiga kali atau lebih dari dosis yang diberikan dalam jarak
waktu yang lebih sering, maka ukuran produk obat pelepasan terkendali akan
menjadi besar, dan terlalu besar untuk ditelan secara mudah oleh penderita.
Lambung
Lambung
merupakan suatu organ ”pencampur dan pensekresi” dimana makanan dicampur dengan
cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi
gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda
tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan
fase ”digestive”, dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase
”interdigestive”. Selama fase ”digestive” partikel-partikel makanan atau
partikel-partikel padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan
partikel-partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui ”sphincter” pilorik pada
suatu laju order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan.
Selama fase ”interdigestive” lambung istirahat selama 30-40 menit sesuai dengan
waktu istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi
peristaltik, yang diakhiri dengan ”housekeeper contraction” yang kuat yang
memindahkan segala sesuatu yang ada dalam lambung ke usus halus. Dengan cara
yang sama, partikel-partikel besar dalam usus halus akan berpindah hanya selama
waktu ”housekeeper contraction”.
Bahan-bahan
berlemak, makanan dan osmolalitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam
lambung. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau
tidak adanya makanan. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat
dapat terkena pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam.
Gelatin
Gelatin
adalah protein yang diperoleh dari bahan kolagen. Sedangkan menurut excipients,
gelatin adalah campuran protein alami yang didapatkan dari bagian asam
hidrolisis (gelatin tipe A) atau bagian basa hidrolisis (gelatin tipe B) dan
kolagen. Gelatin tipe A memiliki pH 3,8-6 sedang gelatin tipe B memiliki pH 5,0-7,4.
Gelatin memiliki berat molekul 15.000 – 250.000. Dengan pemerian berupa serbuk,
lembaran, kepingan, atau butiran yang tidak berwarna atau berwarna kuning pucat
serta bau dan rasa yang lemah. Jika gelatin direndam dalam air akan mengembang
dan menjadi lunak, secara berangsur-angsur juga dapat menyerap air 5-10 kali
bobotnya. Gelatin mudah larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk
gudir, praktis tidak larut dalam etanol, kloroform, dan eter namun dapat larut
dalam campuran gliserol dan air terutama jika dipanaskan.
Dalam
farmasetik dapat digunakan sebagai zat tambahan seperti, coating agent, gelling
agent, suspending agent, pengikat tablet, dan zat peningkat viskositas. Secara
luas gelatin digunakan dalam berbagai sediaan farmasi meskipun lebih sering
digunakan dalam bentuk kapsul gelatin lunak maupun keras. Kapsul gelatin adalah
bentuk unit dosis yang diisi dengan zat aktif dan umumnya didesain untuk
sediaan oral. Gelatin sangat sukar larut dalam air dingin, kapsul dari gelatin
dapat membuat suatu sediaan terlepas secara perlahan dari pembawanya. Atau
dengan kata lain gelatin dapat menghambat laju disolusi dari sediaan tablet
maupun kapsul. Selain itu gelatin juga digunakan pada sediaan pasta, supositoria,
pembawa pada sediaan injeksi, dan pada produk makanan seperti es krim.
Gelatin
dapat bereaksi dengan aldehid, anion, polimer anionik dan kationik, ion logam,
pengawet,dan surfaktan, sedangkan dengan alkohol, kloroform, eter, garam
merkuri, dan asam tanat dapat membentuk endapan.
III. Alat dan Bahan
Alat:
· Kaca objek
· Desintegration tester
· Pinset
· Lem
· Pipet
· Beaker glass
· Gunting
Bahan:
· Mukosa lambung mencit
· NaCl fisiologis
· Granul polimer (gelatin)
· Granul non polimer
IV. Prosedur Kerja
Uji Wash Off
1. Mukosa lambung mencit dibersihkan dan
dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis.
2. Mukosa lambung ditempelkan ke kaca objek
dengan bagian muka menghadap ke atas dan direkatkan dengan lem.
3. Granul polimer (gelatin) dan nonpolimer
ditempelkan pada masing-masing kaca objek bagian mukosa masing-masing sebanyak
40 granul.
4. Ditetesi NaCl fisiologis 0.9% diatas
granul dan dibiarkan selama 1 menit.
5. Kaca objek dimasukkan ke dalam
disintegration tester pada bagian tabung pengaduk dan alat tersebut dinyalakan
pada suhu 370 C, disetting selama 15 menit pertama dan dilanjutkan
15 menit kedua.
V.
Hasil Pengamatan
Waktu
|
Jumlah Granul Polimer
|
Jumlah Granul Non Polimer
|
15 menit
|
26 granul
|
0
|
30 menit
|
26 granul
|
0
|
VI. Pembahasan
Pada
praktikum kali ini, kami melakukan percobaan mengenai uji wash off, yang bertujuan
menguji kemampuan suatu granul untuk berikatan dengan permukaan mukus lambung
yang diisolasi dari mencit. Dalam percobaan kami membandingkan kekuatan ikatan
tersebut, yakni antara granul yang berpolimer dengan granul yang non polimer.
Uji wash
off yang kami lakukan menggunakan suatu alat yang bernama disintegration tester
yang diset pada suhu 370C. Alat ini bekerja dengan gerakan naik
turun ke dalam suatu media cairan lambung buatan. Kami melakukan pengamatannya selama 2 kali, yaitu
pada 15 menit pertama dan 15 menit kedua. Pada saat pengamatan, kami menghitung jumlah
granul berpolimer dan granul non polimer yang tersisa pada mukus lambung, serta
membandingkannya.
Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah kami lakukan, jumlah granul polimer yang tersisa
pada 15 menit pertama dan kedua adalah 26 granul, sedangkan pada granul yang
non polimer tidak ada yang tersisa, bahkan ketika alat dioperasikan dan tabung
yang berisi media cairan lambung buatan bergerak turun, granul non polimer
langsung lepas dari mukus.
Hasil ini
sebenarnya sesuai dengan teori, tetapi seharusnya granul yang non polimer tidak
lepas secepat itu atau tetap membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menempel,
hal ini kemungkinan dikarenakan mukus lambung mencit sulit dibedakan, sehingga
pada saat penempelan granul, bagian mukusnya terbalik dan granulnya tidak
menempel dengan sempurna pada mukus lambung mencit.
Pada granul
yang berpolimer, dapat menempel lebih lama pada mukus lambung karena adanya
ikatan antara musin dengan polimer yang digunakan. Musin lambung mengandung
glikoprotein sedangkan polimer gelatin yang digunakan pada granul
merupakan protein, gelatin ini
disintesis dari tulang ikan tuna yang
kemudian dibuat granul.
Karena keduanya sama-sama memiliki gugus –NH2 (amina), maka dapat berikatan hidrogen, ikatan inilah yang
menyebabkan musin lambung dan polimer dapat berikatan sangat kuat dan tidak
mudah lepas. Uji wash off ini dapat
digunakan sebagai parameter untuk pengujian sediaan lepas terkendali khusus
untuk obat yang memang ditujukan pelepasan optimalnya di dalam lambung atau
sediaan yang lebih dikenal dengan sediaan mukoadesif.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan
data hasil pengamatan yang kami peroleh, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Uji wash off dapat digunakan untuk menguji
kemampuan penghantaran bioadhesif dari suatu granul dengan polimer tertentu.
2. Dengan adanya polimer (gelatin) waktu
granul untuk menempel pada mukus lambung mencit lebih lama dibandingkan granul
yang tidak berpolimer.
3. Granul yang berpolimer dapat menempel
lebih lama pada mukus karena adanya ikatan hidrogen yang kuat
antara musin dengan polimer gelatin.
DAFTAR PUSTAKA
Chien, Yie W. 1992. Novel Drug Delivery Systems. New York: Marcel Dekker, Inc.
Rathbone, Michael J. 2003. Modified Release Drug
Delivery Technology. New York: Marcel Dekker, Inc.
Wade, A dan P.J. Weller (ed.). 1986. Handbook of
Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press London.
Departemen
Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar