Rabu, 29 Februari 2012

FARMAKOLOGI


 LAPORAN HASIL PENGAMATAN
STIMULASI SISTEM SARAF PUSAT DAN ANTIEPILEPTIKA

A.  TUJUAN
  1. Mengerti dan memahami manifestasi stimulasi sistem saraf pusat secara berlebihan pada mahluk hidup.
  2. Memperoleh gambaran bagaimana manifestasi stimulasi berlebih itu dapat diatasi.
  3. Sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan coba.

B.  DASAR TEORI
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas susunan saraf pusat secara spesifik atau secara umum. Alkohol adalah penghambat susunan saraf pusat tetapi dapat memperlihatkan efek perangsangan, sebaliknya perangsangan susunan saraf pusat dosis besar selalu disertai depresi pasca perangsangan. Obat yang efek utamanya terhadap susunan saraf pusat yaitu:
1. Stimulan susunan saraf pusat.
Perangsangan sistem saraf pusat oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan meninggikan perangsangan sinaps. Dalam sistem saraf pusat dikenal sistem penghambatan pasca sinaps dan penghambatan prasinaps. Striknin merupakan prototip obat yang mengadakan blokade selektif terhadap sistem penghambatan pasca sinaps sedangkan pikrotoksin mengadakan blokade terhadap sisitem penghambatan prasinaps dan kedua obat ini penting dalam bidang penilitian untuk mempelajari berbagai macam jenis reseptor dan antagonisnya. Analeptik lain tidak berpengaruh terhadap sistem penghambatan dan mungkin bekerja dengan meninggikan perangsangan sinaps.
Perangsangan nafas ada beberapa mekanisme faalan yang dapat merangsang nafas, yaitu perangsangan langsung pada pusat nafas baik oleh obat atau karena adanya perubahan pH darah, perangsangan dari impuls sensorik yang berasal dari kemoreseptor di badan karotis, perangasangan dari impuls aferen terhadap pusat nafas misalnya impuls yang datang dari tendo dan sendi, dan pengaturan dari pusat yang lebih tinggi.
Perangsangan vasomotor belum ada obat yang selektif dapat merangsang pusat vasomotor. Bagian ini ikut terangsang bila ada rangsangan pada medula oblongata oleh obat perangsang nafas dan analeptik.
Perangsangan pusat muntah beberapa obat secara selektif dapat merangsang pusat muntah melalui chemoreceptor trigger zone (CTZ) di medula oblongata, misalnya apomorfin.

2. Antikonvulsi atau antiepileptika
Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konfulsi penyakit lain. Epilepsi adalah nama umum sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat, dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan ekasesif. Berdasarkan gambaran EEG, epilepsi dapat dinamakan distritmia serebral yang bersifat paroksismal.  
Pada dasarnya epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
I. Bangkitan umum (epilepsi umum) yang terdiri dari :
1.     Bangkitan tonik klonik (epilepsi grand mal)
2.    a. Bangkitan iena (epilepsi petit mal atau absences)
b. Bangkitan lena tidak khas (atypical absences)
3. Bangkitan mioklonik (epilepsi mioklonik)
          4. Bangkitan klonik
          5. Bangkitan tonik
          6. Bangkitan atonik
          7. Bangkitan infantil (spasme infantil)
II. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)
1.     Bangkitan parsial sederhana
2.    Bangkitan parsial kompleks
3.    Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum misalnya bangkitan tonik klonik, bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja.
Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi umum bila fokusnya terletak dilobus temporalis anterior.
III. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II) 
Mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi:
Pada fokus epilepsi dikorteks  serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Fokus epilepsi dapat tetap tenang selama masa yang cukup panjang, sehingga tidak timbul gejala apapun; tetapi dalam masa tenang pun dengan EEG, akan terekam letupan listrik yang bersifat intermiten. Sekalipun letupan depolarisasi yang menyebabkan bangkitan dapat terjadi spontan, berbagai perubahan fisiologis dapat menjadi pencetus letupan depolarisasi. Penjalaran letupan depolarisasi keluar daerah fokus, biasanya dihambat oleh mekanisme inhibisi normal, tetapi perjalanan ini dapat diperlancar dengan perubahan fisiologis.

Mekanisme kerja antiepilepsi:
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi, dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk golongan terakhir ini.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurufisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

DIAZEPAM
Diazepam adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepin, satu golongan dengan alprazolam (Xanax), klonazepam, lorazepam, flurazepam, dll.
Diazepam dan benzodiazepin lainnya bekerja dengan meningkatkan efek GABA (gamma aminobutyric acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu senyawa yang digunakan oleh sel saraf untuk saling berkomunikasi) yang menghambat aktifitas di otak. Diyakini bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan dan gangguan jiwa lainnya.Diazepam tidak boleh dijual bebas, tetapi harus melalui resep dokter.
Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam 1 detik.
Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus, disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90 % pasien bangkitan rekuren.   
Efek samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah, dan ataksia (kehilangan keseimbangan). Walaupun jarang, diazepam dapat menyebabkan reaksi paradoksikal, kejang otot, kurang tidur, dan mudah tersinggung. Bingung, depresi, gangguan berbicara, dan penglihatan ganda juga merupakan efek yang jarang dari diazepam. Efek samping obat ini berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi , henti jantung, dan kantuk.
Diazepam dapat menyebabkan ketergantungan, terutama jika digunakan dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama. Pada orang yang mempunyai ketergantungan terhadap diazepam, penghentian diazepam secara tiba-tiba dapat menimbulkan sakau (sulit tidur, sakit kepala, mual, muntah, rasa melayang, berkeringat, cemas, atau lelah). Bahkan pada kasus yang lebih berat, dapat timbul kejang.
Oleh karena itu, setelah penggunaan yang lama, diazepam sebaiknya dihentikan secara bertahap, dan sebaiknya di bawah pengawasan dokter.

AMINOPHYILIN
Aminophylin adalah derivat dari teofilin biasa disebut denga teofilin etilenadiamina. Aminophylin biasanya digunakan melalui injeksi, tersedia dalam ampul 10 ml mengandung 250 mg dan ampul 20 ml mengandung 500 mg. Kejang lokal atau umum karena obat ini biasanya dapat diatasi dengan diazepam.
Injeksi aminophylin meningkatkan kardiakoutput sekitar 35 % dalam waktu 15 menit dan peningkatan filtrasi glomerolus.
Farmakodinamik obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan diuresis.
Farmakokinetik sediaan ini menimbulkan keluhan nyeri pada saluran cerna, mual dan muntah. Gejala ini berhubungan dengan kadar aminophylin dalam plasma. Keluhan saluran cerna yang disebabkan oleh iritasi setempat dapat dihindarkan dengan pemberian obat bersama makanan, tetapi akan terjadi penurunan absorbsi.
Indikasi aminophylin penyakit kardiovaskuler, asma, bronkopneumonia, bronkitis, udem, antianginapektoris.
  
C.  ALAT dan BAHAN
Alat:
  1. Timbangan
  2. Sangku nasi
  3. Spet dan jarum suntik
  4. Stopwatch

Bahan:
  1. 2 ekor mencit
  2. Diazepam
  3. Aminophylin

D.  PROSEDUR KERJA
Perlakuan pada Mencit Kontrol:
  1. Ditimbang mencit I dan dicatat beratnya.
  2. Dihitung VAO dari mencit tersebut.
  3. Mencit I (kontrol) disuntikkan secara IP dengan dosis obat aminophylin 200 mg/kgBB.
  4. Diamati tingkah laku mencit I.

Perlakuan pada Mencit yang Terlebih Dahulu Diberi Antiepileptika:
1.     Ditimbang mencit II dan dicatat beratnya.
2.    Dihitung VAO dari mencit tersebut.
3.    Mencit II disuntikkan secara IP dengan dosis obat diazepam 20 mg.
4.    Setelah 20 menit disuntikkan aminophylin 200 mg/kgBB secara IP.
5.    Diamati tingkah lakunya dan diperhatikan kejang yang ditimbulkan oleh aminophylin dan yang ditahan oleh diazepam.


E.  HASIL PENGAMATAN
Data Pengamatan:
*     Berat sangku nasi = 65,5 gram
*     Berat mencit I + sangku nasi = 95,5 gram
Berat mencit I = 30 gram = 0,03 kg
*     Berat mencit II + sangku nasi = 91,5 gram
Berat mencit II = 26 gram = 0,026 kg
*     Konsentrasi aminophylin = 24 mg/ml
*     Konsentrasi diazepam = 5 mg/ml
*     Dosis aminophylin = 200 mg/kg
*     Dosis diazepam = 20 mg/kg
*     VAO mencit I (kontrol) = 0,03 kg x 200 mg/kg = 0,25 ml
24 mg/ml

*     VAO mencit II (Diazepam) = 0,026 kg x 20 mg/kg = 0,104 ml
     5 mg/ml 
(Aminophylin) = 0,026 kg x 200 mg/kg = 0,217 ml
24 mg/ml

Dosis Aminophylin 200 mg/kgBB pada mencit I (kontrol)
No.
Menit
Pengamatan
1
2
Pernapasan cepat
2
3
Terjadi kejang parsial
3
6
Mencit mulai mengangkat kaki
4
9
Aktivitas berkurang

Sebagai perbandingan: Dosis Aminophylin 300 mg/kgBB pada mencit I (kontrol) untuk kelompok 4,5 dan 6 pada menit ke 9 mencit mati.
Dosis Diazepam 20 mg pada mencit II, setelah 20 menit diberikan aminophylin 200 mg/kgBB.
No.
Menit
Pengamatan
1
1
Kejang parsial kaki belakang.
2
3
Kejang semakin parah, lalu mencit mati.


F.  PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan tentang stimulasi sistem saraf pusat dan antiepileptika dengan menggunakan obat diazepam dan aminophylin. Pada mencit I (kontrol) setelah diberikan aminophylin 200 mg/kgBB yang disuntikkan secara intraperitonial (IP) mencit tidak kehilangan kesadaran hanya menunjukkan aktivitas abnormal dari bagian badan atau kelompok otot tertentu seperti pernapasannya cepat, kaki kejang yang biasa disebut dengan kejang parsial. Kejang parsial ini tidak menimbulkan kematian karena kejang yang terjadi hanya tremor saja. Aminophylin bersifat menstimulasi sistem saraf pusat, sampai batas-batas tertentu sifat ini dapat diterapakan untuk mengatasi depresi sisitem saraf pusat yang berlebihan  pada   penyakit kardiovaskuler, asma, bronkopneumonia, bronkitis, udem, antianginapektoris.
Pemberian aminophylin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kejang baik kejang parsial maupun kejang tonik klonik yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Pemberian diazepam merupakan relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks polisinaptik disumsum tulang belakang dan mengurangi aktivitas neuron sistem retikular dimesenfalon, dan juga dapat digunakan untuk mengatasi kejang.
Pada mencit II disuntikkan diazepam 20 mg secara intraperitoneal, karena diazepam pada injeksi ini memiliki on set of action selama 20 menit. Setelah 20 menit diberikan aminophylin 200 mg/kgBB secara IP, pada menit pertama mencit mengalami kejang parsial pada kaki belakang dan 2 menit kemudian mencitnya mengalami kematian. Hal ini terjadi karena kesalahan penyuntikan, kemungkinan pada saat penyuntikan terlalu dalam atau pada posisi yang salah sehingga terkena organ dalam pada mencit tersebut. Hal ini dapat kami simpulkan karena dapat dilihat pada kontrol, mencitnya tidak mengalami kematian.
Akan tetapi pada mencit kontrol yang lain yang diberikan aminophylin 300 mg/kgBB, setelah menit ke 9 mencitnya mengalami kematian. Kematian dapat terjadi karena diawali kejang parsial yang lama kelamaan terjadi kejang tonik klonik (grand mal) yang meliputi keseluruhan otot rangka termasuk otot pernapasan yang berlangsung lama sehingga kematian dapat terjadi akibat tidak bisa bernapas.

G. KESIMPULAN
          Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, kami dapat menyimpulkan bahwa:
  1. Pada mencit I (kontrol) hanya terjadi kejang parsial sehingga tidak menimbulkan kematian pada mencit tersebut.
  2. Pada mencit II diawali dengan kejang parsial pada kaki belakang dan setelah 2 menit kemudian mengalami kematian.



DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar